Widget HTML #1

Asumsi Bahwa Ijazah Jokowi Palsu Belum Bisa Dijadikan Sebagai Bukti Hukum



Berikut Notulen FGD Komunitas Digital Forensic & InfoSec tadi malam.
1. Font "Times Roman" atau "Times New Roman" sudah ada sejak tahun 1930-an.

2. Font tersebut sudah umum digunakan pada tahun 1980-an, termasuk oleh jasa percetakan-percetakan di sekitar Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebagai referensi hampir semua buku terbitan 1985 disini https://repositori.kemdikbud.go.id/view/year/1985.html menggunakan "Times New Roman".
 
3. Di perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM, skripsi milik Joko Widodo beserta skripsi teman-teman satu angkatannya masih tersimpan dengan rapi. Skripsi milik Joko Widodo dan banyak alumni fakultas kehutanan di tahun 1980-an menggunakan jasa pengetikan/percetakan/penjilidan buku skripsi bernama "PERDANA", ditunjukkan dari pembatas buku skripsi yang masih digunakan pada banyak buku skripsi terbitan tahun 80-an khususnya Fakultas Kehutanan. Buku Skripsi yang dijilidkan di "PERDANA", menggunakan font yang sama pada halaman depan/judul hingga halaman pengesahan. Sedang isi skripsi semua menggunakan mesin tik.
 
4. Kesalahan penulisan nama dosen pembimbing merupakan hal yang lumrah, bahkan dalam satu angkatan dan di fakultas lain pun ditemukan banyak kasus serupa. Penulisan nama Dosen dan Dekan dengan Soemitro / Sumitro dan Soenardi / Sunardi juga terdapat pada dokumen skripsi mahasiswa lainnya. Bahkan nama dosen/dekan tidak ditulis lengkap juga ada yang mendapatkan tanda tangan.
 
5. Typo atau kesalahan ketik pada naskah akademik merupakan hal yang biasa terjadi pada masa itu, umumnya kesalahan dari jasa pengetikan/penjilidan/percetakan. Penulisan kata "Tesis" pada buku skripsi juga ditemukan pada skripsi lain.
 
6. Foto ijazah yang beredar di internet dan media social tidak dapat dijadikan barang bukti digital yang sah, sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan metode digital forensik.
 
7. Error Level Analysis adalah teknik forensik digital yang memanfaatkan cara kompresi JPEG bekerja. Ketika sebuah gambar JPEG disimpan, semua bagian gambar dikompresi. Jika bagian tertentu diedit dan gambar disimpan ulang, maka bagian tersebut akan menunjukkan tingkat kesalahan (error level) yang berbeda dibanding bagian lain.

Teknik Error Level Analysis (ELA) tidak berlaku untuk foto hasil cetakan fisik, apalagi untuk foto cetak yang kemudian difoto ulang dan diunggah ke internet. ELA hanya dapat digunakan untuk verifikasi keaslian atau manipulasi pada file gambar digital, bukan dokumen fisiknya.

Face Matching/Face Recognition menggunakan AI tidak dapat langsung dijadikan bukti yang valid secara scientific. Umumnya Teknologi AI untuk Face Matching/Recognition hanya mengindentifikasi tingkat kemiripan wajah, sangat tergantung kualitas gambar, kondisi foto pembanding, faktor usia, sudut pengambilan, pencahayaan. Teknologi ini jika tidak objekif dioperasikan, dapat disalahgunakan untuk mencari pembenaran, sangat bergantung juga terhadap model AI yang digunakan. Jika menggunakan teknologi membandingkan foto ijazah Jokowi dengan foto saat menikah yang sama sama berkaca-mata, beberapa model AI face matching masih valid, demikian juga jika dibandingkan dengan foto saat menjabat gubernur/walikota.

8. Asumsi tidak dapat dijadikan bukti hukum,terutama dalam bidang digital forensik, karena digital forensik berfokus pada fakta digital yang dapat dibuktikan secara ilmiah.

9. Dari beberapa kejanggalan analisa yang dilakukan oleh orang yang mengaku ahli forensik ini saja sudah dipertanyakan, apalagi analisa yang dibuatnya terkait keaslian ijazah Joko Widodo.

10. Ijazah yang dikeluarkan UGM pada tahun 1980-an dilengkapi pelindung dengan watermark khusus, termasuk ijazah tahun 1985. Ijazah UGM versi saat ini dilengkapi pengamanan hologram.
 
11. Aturan Foto Ijazah tidak boleh berkacamata merupakan aturan baru di tahun 2000-an. Faktanya banyak Ijazah Alumni UGM tahun 80-an mengenakan kaca mata.

12. Untuk membuktikan keaslian ijazah tidak dapat dilakukan dengan digital forensik melainkan menggunakan uji fisik dokumen/kertas ijazah antara lain analisis tinta (spectrophotometry) dan kertas (microscopic examination/pemeriksaan mikroskopik), pemeriksaan watermark, cap, atau tanda tangan dengan teknologi khusus.
 
13. Fakultas Kehutanan UGM memiliki dokumen lengkap mulai dari pengumuman penerimaan mahasiswa, pembayaran kuliah, dokumen tugas tugas, nilai nilai hingga skripsi asli Jokowi.
 
14. Mengkritisi Media-Media dan Channel Podcast yang melabeli beberapa pihak yang disebut sebagai Ahli Digital Forensik padahal tidak memiliki pengetahuan SOP Forensik Digital, pengalaman atau kompetensi dibidang tersebut.
 
Bonus:
RHS ternyata menggunakan dokumentasi Video/Foto milik saya yang pernah saya kirimkan ke dia, dengan menampilkan beberapa skripsi saja hanya untuk pembenaran asumsi asumsi liarnya dan diaku-aku miliknya. Salah satunya Video berjudul "Saya Lihat Sendiri yang Katanya Skripsi JKW " bisa dicek disini https://www.youtube.com/watch?v=_2VzzvK_OFw . Saya bisa pastikan dia tidak pernah melihat skripsi jokowi dan teman teman seangkatan sebelum tanggal 15 April di UGM. Semua foto, video dokumentasi yang saya lakukan masih dilengkapi metadatanya, dan tersimpan di HP Pribadi dan Memory Camera Canon saya.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi FGD Digital Forensic & InfoSec (DFIS) tadi malam, ditemukan bahwa banyak asumsi dan metode analisa yang digunakan oleh pihak tertentu tidak memenuhi standar ilmiah dan digital forensik. Bukti-bukti yang digunakan, seperti foto ijazah yang bersumber dari internet/media sosial, tidak dapat dijadikan dasar analisa forensik digital yang sah. Kejanggalan dalam metode analisa tersebut semakin memperkuat keraguan terhadap kesimpulan yang mereka buat. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam menerima klaim-klaim yang tidak berbasis pada prosedur forensik yang valid dan terverifikasi.

Penulis : Josua M Sinambela