Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Paus Fransiskus : Saya Percaya Tuhan, tapi Bukan Tuhan Katolik


Paus Fransiskus kembali membuat pernyataan yang mencengangkan. Dalam wawancara dengan harian terbitan Italia, La Repubblica, Paus asal Argentina itu menjelaskan keyakinannya akan Tuhan.

“Saya percaya akan Tuhan, tetapi bukan (kepada) Tuhan Katolik,” kata Paus kepada pendiri dan mantan editor harian La Repubblica, Eugenio Scalfari.


Scalfari yang sudah cukup terkejut mendapatkan kesempatan wawancara pribadi dengan Paus, semakin terkejut dengan pernyataan itu. Lalu, Scalfari meminta Paus untuk mengelaborasi pernyataannya itu.


“Tuhan bukan Katolik. Tuhan adalah universal, dan kita adalah umat Katolik karena cara kita memuja Dia,” ujar Paus.


Lebih jauh Paus Fransiskus menjelaskan bahwa sebagai pemimpin umat Katolik, dia memercayai Tuhan dan Yesus Kristus sebagai inkarnasi Tuhan.


“Yesus adalah guru dan pemimpin saya. Tetapi Tuhan, Bapa, adalah cahaya dan Sang Pencipta. Itulah yang saya yakini. Apakah menurut Anda keyakinan kita jauh berbeda?” tanya Paus kepada Scalfari.


Paus berusia 76 tahun ini menambahkan, dia tak selalu sepakat dengan apa yang selama ini menjadi standar Gereja Katolik.


“Pandangan Vatikan sentris telah mengabaikan dunia di sekitar kita. Saya tak sepakat dengan cara ini, dan saya akan lakukan apa pun untuk mengubahnya,” Paus menegaskan.

Sejak terpilih menjadi pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus terbukti menjadi seorang Paus beraliran liberal. Bahkan dia bersikap lebih lunak terhadap hal-hal yang selama ini ditentang keras Vatikan seperti homoseksualitas dan ateisme.

Evolusi Itu Nyata

Paus Fransiskus juga pernah melontarkan pernyataan provokatifnya yang progresif ketika menyampaikan pidato kepada Pontifical Academy of Sciences, pada 28 Oktober 2014. Paus tampaknya mendukung teori Big Bang dan mengatakan dalam pertemuan di Vatikan itu bahwa tidak ada kontradiksi antara percaya kepada Tuhan serta teori-teori ilmiah umum tentang ekspansi alam semesta kita.


“Saat kita membaca kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, kita menghadapi risiko untuk membayangkan Tuhan sebagai seorang penyihir, yang dengan sebuah tongkat sihir mampu untuk melakukan segalanya. Namun, itu tidaklah demikian,” kata Fransiskus. “Dia (Tuhan) menciptakan manusia dan membiarkan mereka berkembang sesuai dengan hukum internal yang Dia berikan kepada masing-masing orang sehingga mereka akan mencapai kepenuhannya.”


Paus tidak menyinggung masalah pelik (setidaknya bagi sebagian orang Kristen) terkait apakah manusia berasal dari kera.

Kaum ateis berpendapat bahwa pemahaman tentang Big Bang dan apa yang muncul dari momen kosmik itu menyingkirkan kebutuhan untuk percaya pada sesuatu yang ilahi. Terkait hal itu, Fransiskus jelas tidak setuju. Dia mengulangi gagasan tentang Tuhan bukan “pesulap”, suatu entitas yang menyihir semua menjadi ada.

“Tuhan bukan seorang dewa atau penyihir, tetapi Pencipta yang membuat segala sesuatu menjadi hidup,” kata Fransiskus. “Evolusi di alam tidak bertentangan dengan gagasan penciptaan karena evolusi memerlukan penciptaan makhluk yang berevolusi.”

Dengan kata lain, meminjam gagasan dari zaman Pencerahan, Tuhan lebih merupakan seorang pembuat jam ketimbang tukang sihir.

Pemikiran semacam itu bukan hal baru bagi Gereja Katolik, yang selama enam dekade, sejak reformasi Paus Pius XII, telah mendukung keyakinan akan evolusi yang teistik.

Sebuah artikel tahun 2006 di harian utama Vatikan juga menjauhkan Gereja Katolik dari gagasan tentang “teori desain yang cerdas”, yang dikatakan tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah sebagai ilmu pengetahuan. Catholic News Service, yang merangkum artikel itu, menjelaskan apa yang membedakan pemikiran Vatikan dari pemahaman yang lebih sekuler tentang evolusi.

Apa yang gereja tegaskan adalah bahwa munculnya manusia mengandaikan suatu tindakan yang sengaja dari Tuhan, dan bahwa manusia tidak bisa hanya dilihat sebagai produk dari sebuah proses evolusi, kata artikel itu. Unsur spiritual manusia bukanlah sesuatu yang bisa dikembangkan dari seleksi alam, tetapi memerlukan suatu “lompatan ontologis”.

Pendahulu Fransiskus yang lebih konservatif, yaitu Paus Benediktus XVI, menganut pandangan ini dan berpendapat bahwa perdebatan di kalangan orang Amerika antara kaum kreasionis dan mereka yang mendukung evolusi “tidak masuk akal”. Pada tahun 2007, dia bertanya, mengapa “orang-orang yang percaya pada Sang Pencipta tidak mampu memahami evolusi, dan mereka yang mendukung evolusi harus menyingkirkan Tuhan?”

Pada hari itu, Paus Fransiskus juga menyampaikan sebuah ensiklik kecil tentang hak-hak orang miskin, ketidakadilan terkait pengangguran, dan perlunya perlindungan lingkungan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak sedang berkhotbah tentang komunisme, tetapi tentang Injil. Dia mengatakan, orang miskin butuh tanah, atap di atas kepala mereka, dan pekerjaan. Dia menambahkan, dirinya tahu betul bahwa “jika saya membicarakan hal ini, beberapa orang akan berpikir bahwa Paus itu komunis”.

“Mereka tidak mengerti bahwa kasih terhadap orang miskin merupakan pusat dari Injil,” katanya. “Menuntut hal ini tidak luar biasa, ini merupakan ajaran sosial gereja.”

Pernyataan Fransiskus kepada World Meeting of Popular Movements itu disampaikan dalam bahasa ibunya, yaitu bahasa Spanyol, setebal enam halaman, dengan spasi tunggal.
Fransiskus telah dicap marxis oleh sejumlah komentator konservatif AS terkait kritik kerasnya tentang ekses kapitalis, permintaannya bahwa pemerintah mesti mendistribusikan manfaat sosial kepada mereka yang membutuhkan, dan seruannya kepada gereja untuk menjadi “gereja miskin, bagi orang miskin”. (washington post/sydney morning herald, afp/kompas.com)