Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Masih Adakah Umat Hindu di Tanah Karo?


KARO – Berdasarkan keterangan dari laman resmi Kabupaten Karo, penganut agama Hindu di wilayah itu sudah mulai punah. Sumber lain menyebutkan, jumlah pemeluknya ada di kisaran puluhan ribu dan tersebar di seluruh Sumatera Utara.

Akibat minimnya jumlah pemeluk agama ini di Kabupaten Karo, mereka sempat mengalami kesulitan dalam kehidupan beragama seperti tidak adanya guru agama Hindu serta tidak adanya pendeta yang dapat memimpin ritual.

Pada bulan Maret 2021 lalu, Dirjen Bimas Hindu akhirnya mengunjungi daerah ini setelah melakukan audiensi dengan Kakanwil Kemenag Provinsi Sumatera Utara.

Bersama dengan 4 Perguruan Tinggi Keagamaan Hindu Negeri (PTKN), pihak pemerintah hadir dalam mengawal Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang jadi poin ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Hal ini diharapkan mampu mengurai masalah yang sedang dihadapi umat Hindu di Kabupaten Karo.

Pada tahun yang sama, salah satu praktik ibadah Hindu, yaitu erpangir ku lau, juga terlaksana.

Kegiatan itu dihadiri pula oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Sumatera Utara S. Siwaji Raja Sembiring Brahmana yang diwakilkan oleh Pinandita M. Manogren.

Salah satu pengurus lembaga tersebut juga ikut hadir, yakni Naden Dan Pasu.

Keduanya menyambut baik kegiatan suci ini yang diharapkan dapat menjadi awal kebangkitan umat Hindu di tanah Karo, sesuai harapan semua pihak dari beberapa tahun ke belakang.

Agama Hindu dipercaya dibawa pertama kali oleh orang-orang Tamil (India) pada ratusan tahun lalu.

Hal ini diketahui dari sebuah prasasti yang ditemukan di Lobu Tua, Barus, Tapanuli Selatan, oleh seorang kontrolir Belanda bernama G.J.J. Deuts.

Prasasti itu ditemukan pada tahun 1879 dan baru dapat diterjemahkan pada 1932 oleh Prof. Nilakantiasastri, seorang guru besar Universitas Madras, India.

Dari terjemahannya, diketahui bahwa terdapat pemukiman orang Tamil di daerah Lobu Tua.

Orang-orang Tamil ini adalah pedagang kapur barus. Mereka datang dengan membawa pegawai-pegawainya yang berjumlah sekitar 1500 orang.

Seiring berjalannya waktu, pedagang-pedagang Arab mulai masuk dan meramaikan daerah tersebut.

Pertentangan bangsa dan agama kemudian terjadi, yang mendorong orang-orang Tamil menyingkir ke timur, ke daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

Sebagian orang Tamil pergi menyusuri sungai Cinendang hingga mencapai daerah yang kini dinamakan Karo.

Mereka memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar dan tetap menjalankan agama mereka yang kemudian disebut agama Pemena (Agama Pertama).

Agama ini dipercaya memiliki ajaran yang sama dengan ajaran Hindu sehingga kerap disebut Hindu Pemena.

Akan tetapi, penganut Pemena yang tersisa hingga sekarang enggan menyetujui bahwa kepercayaan mereka menyerupai Hindu.

Mereka tetap menyebut yang dianut sebagai Pemena yang kerap dilupakan eksistensinya oleh pemerintah.

Source : The Editor