Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Melihat Kembali Sejarah Polonia Medan, Bukti 1,5 Abad Hubungan Indonesia-Polandia

DOKUMENTASI PROF BUDI AGUSTONO

Dokumentasi kawasan Lapangan Merdeka Medan dan pusat pemerintahan Hindia Belanda di sekitarnya.

Nama kawasan Polonia di Medan pertama kali disematkan investor Polandia pada 1872. Nama itu populer hingga hari ini.

Nama Polonia sangat akrab di telinga warga Kota Medan, Sumatera Utara. Pernah menjadi nama bandara, Polonia masih dipakai sebagai nama kecamatan, hotel, restoran, pusat bisnis, hingga perumahan. Namun, tak banyak yang tahu bahwa Polonia menjadi bukti sejarah penting hubungan Indonesia-Polandia sejak tahun 1872. Nama Polonia, yang artinya diaspora Polandia, bertahan lebih dari 150 tahun.

Kawasan Polonia awalnya adalah konsesi perkebunan seluas 1.100 hektar. Konsesi itu diberikan oleh Sultan Deli kepada investor dari Polandia bernama Ludwik Michalsky. Lahan itu lalu dibangun menjadi perkebunan tembakau, komoditas primadona dunia saat itu. Polonia pun menjadi bagian penting dalam sejarah pembangunan Medan sebagai sebuah kota.

Untuk menelusuri jejak sejarah Polandia di Sumatera Utara, Duta Besar Polandia untuk Indonesia Beata Stoczynska melakukan serangkaian kunjungan ke Medan. Dia dan rombongan Kedutaan Besar Polandia sangat mengagumi nama Polonia yang masih banyak digunakan di Medan, khususnya di kawasan Kecamatan Medan Polonia.

Dalam puncak kunjungannya, Beata menghadiri seminar bertajuk ”Hubungan Polandia dan Medan-Sumatera Utara Abad Ke-19 dan Awal Abad Ke-20” yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU), Kamis (25/4/2024), di Medan.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Duta Besar Polandia untuk Indonesia Beata Stoczynska menyampaikan sambutan dalam seminar sejarah hubungan Polandia-Indonesia, di kampus USU, Medan, Jumat (26/4/2024).

Seminar itu dihadiri langsung Wakil Rektor III USU Poppy Anjelisa Z Hasibuan, Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU T Thyrhaya Zein, dan Guru Besar Ilmu Sejarah USU Budi Agustono. Pengajar dari Jagiellonian University Polandia, Dr Lukasz Stach, dan penulis buku Piotr Smieszek menjadi pembicara melalui sambungan video konferensi.

”Polonia sangat familiar bagi masyarakat Medan. Namun, nama yang akrab di telinga itu lambat laun hilang sejarahnya dari memori masyarakat karena jarang dibicarakan,” kata Budi dalam seminar itu.

Budi menuturkan, Medan menjadi kota yang sangat kosmopolitan sejak pembukaan perkebunan tembakau di wilayah Sumatera Timur. Pembukaan perkebunan skala besar dilakukan oleh Jacob Nienhuys, seorang pedagang tembakau Belanda yang datang ke Labuhan Deli pada 1863.

Sejak saat itu, Medan menjadi kota internasional yang dikunjungi dan dihuni orang dari berbagai belahan dunia, seperti Belanda, negara-negara Eropa, Amerika, China, hingga India. ”Ada banyak warga dunia yang datang ke Sumatera Timur, baik sebagai pelancong maupun investor,” kata Budi.

Perusahaan dagang Belanda, yakni Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), pun tertarik dengan kualitas dan profitabilitas perkebunan yang didirikan Nienhuys. NHM membentuk perusahaan baru bernama Deli Maatschappij. Korporasi itu bertumbuh menjadi perusahaan tembakau pertama, terbesar, dan terpenting di kawasan Asia Tenggara.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara Budi Agustono menjadi pembicara dalam seminar sejarah hubungan Polandia-Indonesia, di kampus USU, Medan, Jumat (26/4/2024).

Belanda lalu mengundang pemilik modal dari kawasan Eropa dan Amerika untuk berinvestasi pada perkebunan tembakau yang saat itu menjadi komoditas primadona dunia. Di sisi lain, kekuasaan Kesultanan Deli saat itu perlahan melemah seiring dengan meluasnya kekuasaan Belanda.

Sultan Deli akhirnya memilih bersama Belanda untuk mengembangkan kapitalisme perkebunan. ”Sultan Deli bagaimanapun harus memahami logika kapitalisme yang berkembang pesat saat itu. Kapitalisme sangat luar biasa memengaruhi kognisi Sultan Deli. Tanpa belajar dengan masyarakat internasional, dia tidak akan bisa mengelola perkebunan,” kata Budi.

Pemodal besar dari Polandia bernama Ludwik Michalsky pun datang ke Medan. Pada 1869, Michalsky diberi konsesi tanah seluas 1.100 hektar oleh Sultan Deli. Konsesi itu terletak di antara Sungai Deli dan Sungai Babura. Area yang sangat subur itu kemudian ditanami tembakau dan poplar (tanaman penghasil kapas). Selain membuka perkebunan, Michalsky juga membangun peternakan kuda.

”Michalsky lalu menamai konsesinya dengan nama Perkebunan Polonia pada tahun 1872. Kawasan itu yang hingga saat ini menjadi Kecamatan Medan Polonia,” tutur Budi.

Selama 12 tahun, Michalsky bekerja sama dengan Deli Maatschappij untuk menjalankan usahanya. Namun, pada 1884, Michalsky menutup usaha perkebunan dan peternakan di Sumatera Timur, beberapa tahun sebelum krisis tembakau melanda.

Krisis industri tembakau itu terjadi karena harga yang terjun bebas sangat dalam pada 1888 hingga 1890. Michalsky menutup usahanya meskipun masa kontrak konsesinya masih cukup lama, yakni hingga 14 Desember 1944. Dia memindahkan hak konsesi Polonia kepada perusahaan Langkat Association, lalu kembali ke Eropa.

Pada tahun 1889, aset Langkat Association diserahkan kepada Deli Maatschappij, termasuk perkebunan Polonia. Lokasi perkebunan itu termasuk strategis karena dekat dengan pusat pemerintahan Sumatera Timur waktu itu, yakni di kawasan Lapangan Merdeka. Belanda akhirnya mendirikan permukiman untuk warga Eropa di kawasan Polonia. Didirikan pula barak tentara di sana.

Pada awal abad ke-20, Belanda juga mendirikan rumah sakit yang bangunannya kini masih digunakan menjadi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Selain itu, dibangun pula kantor konsulat Inggris, sekolah, kantor polisi, dan gedung pemerintahan keresidenan Sumatera Timur.

Polonia sangat familiar bagi masyarakat Medan. Namun, nama yang akrab di telinga itu lambat laun hilang sejarahnya dari memori masyarakat karena jarang dibicarakan.

”Lalu dibangunlah bandara yang kemudian diberi nama Lapangan Terbang Polonia. Pada 1920-an, perusahaan Deli Maatschappij membangun Lapangan Terbang Polonia di area 1.000 meter kali 600 meter (60 hektar),” papar Budi.

Dengan meningkatnya aktivitas lalu lintas udara di Medan, Lapangan Terbang Polonia diperluas lagi menjadi 350 hektar. Nama Bandara Polonia dipertahankan hingga 2013 setelah penerbangan komersial dipindahkan ke Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang. Bandara Polonia lalu berganti nama menjadi Pangkalan TNI Angkatan Udara Soewondo.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Masyarakat melintas di Jalan Mongonsidi, Kecamatan Medan Polonia, Medan, Sumatera Utara, Jumat (26/4/2024). Polonia akrab bagi warga Medan, tetapi tidak banyak yang tahu sejarahnya.

Piotr Smieszek, penulis buku Negara Polandia untuk Pemula, mengatakan, hubungan Polandia dengan Indonesia tidak hanya sekadar kemiripan bendera dengan warna terbalik.

Meskipun nama Polonia tidak disematkan lagi di bandara, jejak sejarah hubungan Polandia dengan Indonesia, khususnya Kota Medan, masih dapat terlihat dengan jelas dalam nama kecamatan, hotel, perumahan, dan lain sebagainya.

”Belanda membangun Bandara Polonia sejak 1928 dan Indonesia tetap mempertahankan nama itu hingga 2013. Ini penghargaan sangat besar bagi sejarah hubungan Indonesia dengan Polandia,” kata Smieszek.

Menurut Lukasz Stach, Michalski tiba di Sumatera bagian utara pada 1869. Menggunakan pengalamannya selama menjadi tentara Austria, ia menjadi teman baik dan penasihat militer Sultan Deli.

Beata menyebut, hubungan diplomatik Indonesia dengan Polandia akan berusia 70 tahun pada tahun depan. Sejarah hubungan Polandia dengan Indonesia, khususnya Medan, bahkan lebih panjang lagi, yakni lebih dari 150 tahun. Sejarah panjang ini menjadi fondasi untuk membangun hubungan ke depan. ”Medan adalah tempat yang spesial untuk Polandia,” katanya.

Kini, Indonesia dan Polandia mempererat lagi kerja sama, khususnya di bidang infrastruktur maritim dan pendidikan. Di Medan, nama Polonia tetap melekat di hati masyarakatnya. Berawal dari perkebunan tembakau, kini Polonia menjadi kawasan jantung kota.