Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

NANGKIH, Sistem Pernikahan Karo yang Terlupakan (1)

NANGKIH
Foto : Karo Fashion Culture CarnivalπŸ’•

"NANGKIH", KAI KA KIN E?

Sistim Pernikahan Karo yang (sengaja TAPI secara tidak sengaja) dilupakan perlahan-lahan. Hal pertama yang perlu diketahui adalah bahwa, berdasarkan penelitian saya, hanya 1% orang Karo di Masa Kolonial melaksanakan perkawinan dengan Erdemu Bayu, selebihnya hanyalah dengan Nangkih.

Foto-Foto Lawas dan JaDul termasuk minim, maka kalau Kam 'Laga' dgn foto-foto Modern"seakan-akan" semua pernikahan Karo adalah Erdemu Bayu, sayang TIDAK DEMIKIAN.
 
warning : Jangan dengarkan anggota VVIP penggemar 'Bulang Kelto' yang menyatakan bahwa NANGKIH adalah satu dari sebagian proses dalam pernikahan (pre-wedding), atau "kawin lari" (kiamken) katanya pula 

Daripada menemukan "inti" dari Kampil Si Enem, mereka malah sibuk ngitungin berapa jumlah "karang colok"/ kotak korek api di dalam Kampil. Mereka tauNya 'megekgek' (bertahan sejadi-jadinya) di Rakus Sitelu doang  ]

Yup, Bandito alias saya sendiri adalah 'produk' Nangkih tersebut. Hampir terjadi Perang Besar antara Lau Baleng [Po.DR] dan Kabanjahe [RS Serasi], untungnya tidak jadi.
 
Pesta perkawinan termasuk Erdemu Bayu dulunya cukup diadakan di rumah adat saja. Kalaupun banyak yang datang, halaman rumah adat cukup menampung mereka dengan duduk di tikar.

Asal Usul Hubungan Perkawinan πŸ‘€

Pengantar:
πŸ’’ 1. Mitos bukan sejarah
πŸ’’ 2. Mitos bukan cerita sukak-sukak hati hanya untuk hiburan belaka
πŸ’’ 3. Seperti sudah digambarkan di bagian sebelumnya, mitos adalah alat hubungan antara ALAM FISIK (kehidupan sehari-hari) dengan ALAM METAFISIK (society)
πŸ’’ 4. Society bukanlah kumpulan manusia tapi sebuah sistim yang dinamik yang menjadi panutan manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya dan alam sekitarnya.

Salah satu Mitos Asal Usul suatu "society" terendap di dalam sebuah mitos Indian bernama ASDIWAL. Kisah ini menyebar di beberapa suku Indian tapi agak berbeda di satu suku dengan suku lainnya yang menurut pendekatan lama di Antropologi biasa disebut dengan VARIASI. Penemuan Claude Levi-Strauss menceritakan kisah yang mengejutkan, kisah itu kira-kira seperti ini:

Asdiwal

πŸ’¬ Menurut mitos Suku Indian X yang warganya kebanyakan tinggal di daerah pegunungan, Asdiwal adalah seorang pemuda yang turun dari langit dan mendarat di sebuah puncak gunung. Di puncak gunung itu dia melihat ada sebuah gubuk. Dia mendekati gubuk itu dan mendengar ada suara di dalam. Perlahan dia masuk ke dalamnya, dan IBUNYA telah menunggu dia di dalam. Terjadilah hubungan sex antara Asdiwal dengan ibunya dan keturunan merekalah yang berkembang nantinya menjadi warga Suku X itu.

πŸ’¬ Menurut mitos Suku Indian Y yang warganya umumnya tinggal di daerah pesisir, Asdiwal adalah seorang pemuda yang tinggal di pantai dan suka memancing. Di suatu hari, kailnya dibawakan oleh seekor ikan yang besar sekali agaknya. Singkat cerita, yang diduganya ikan itu adalah seorang gadis cantik sekali. Gadis itu berkata: "Wahai Kakanda Asdiwal, Adinda diperintahkan oleh leluhurku untuk menjadi ibu dari anak-anakmu." Inilah asal usul dari Suku Indian Y.

Tidak seperti para pendahulunya yang mencoba menafsirkan message (pesan) dari cerita dan bahkan ada yang mencari-cari versi yang lebih asli, Levi-Strauss membuat 2 (dua) langkah utama untuk mengerti mitos itu: 

πŸ’¨ Langkah 1 membandingkan Mitos dengan Societynya dan kemudian membandingkan mitos Asdiwal yang satu dengan mitos Asdiwal yang lain. Biasakan membandingkan budaya-budaya lain di dunia, jangan dikit-dikit Batak langsung dijadikan Panutan, karena ada kisah tersebut di Batak, Batak lah kebermuasalan dan sumber segala-galanya 

Hasilnya betul-betul mencengangkan. 
πŸ’§ Di Suku Indian X, istri itu memang dianggap sebagai SINGUMBAN NANDE. Jadi, mengawini seorang perempuan adalah mengawini ibu sendiri, makanya kata si "Parang" (bhs. Karo untuk CoGan, Cowo Ganteng) kepada CeCan nya : "andikoh gedap kal aku, Nande Biring," katanya.  

πŸ’§ Lain halnya dengan Suku Indian Y yang istri itu dianggap sebagai orang asing yang datang dari seberang lautan.

Bagaimana dengan Karo? Dalam sebuah mitologi bernama Simandupa, seorang pemuda pergi memancing dan di tengah hutan dia melihat 7 (tujuh) putri sedang mandi. Mirip dengan Jaka Tarup, Mandupa mencuri baju Putri Bungsu dan kemudian membawanya ke kampungnya (sebanding dengan ritual Nangkih).
 
Singkat cerita, mereka punya seorang anak. Tanpa disengaja Putri Bungsu menemukan bajunya dulu dan diapun terbang kembali ke langit. Mandupa berusaha menemukan "istrinya" dengan mengayu sampan menentang ombak samudra. Tepat di horizon, dia lihat ada tali dari langit dan memanjat lewat tali itu. Angin meniupnya terayun ku Jawi (SiderNa) ; ku Teba (BertengNa) ; ku Kepultaken (Timur) ; ku Kesunduten (Barat) hingga tiba di tapin kuta kalimbubu. Di sana dia didera oleh kalimbubu melakukan berbagai hal agar dia dapat bersatu lagi dengan istrinya hingga selesai. Ritual ini yang sangat sebanding dengan ERDEMU BAYU.

Nah, Simandupa memang adalah sebuah kisah, tapi bukan kisah sejarah, melainkan PAPARAN DARI PROSES SEBUAH RITUAL yang melibatkan dinamika SOCIETY KARO.
 
Kedua nilai di Suku Indian X dan Suku Indian Y ada di Karo. Putri Bungsu adalah orang asing (stranger) untuk Si Mandupa, tapi dia adalah seorang ibu untuk putra si Mandupa. Perhatikan baik-baik, Erdemu Bayu memang sekarang ini sudah dianggap sebagai hubungan antara suami dan isri, padahal konsep dasarnya adalah hubungan antara anak dan ibunya atau untuk lebih jelasnya Si Mandupa Junior dengan ibunya.

Saya tau Anda 'malas' membaca Text KAROnya, saya ulangi, ea....
 
Si Mandupa mengambil baju dari Putri Bungsu saat dia dan keenam saudarinya mandi di sebuah tempat mandi. Karena kehilangan bajunya Kajang Kemujung, Putri Bungsu ditinggal oleh saudari-saudarinya yang terbang kembali ke langit.

Si Mandupa membawanya ke rumah dan hidup bersama hingga mereka punya seorang anak. Secara kebetulan, Putri Bungsu menemukan bajunya yang disimpan oleh Si Mandupa. Diapun terbang ke langit melalui TARUM.

Si Mandupa mempersiapkan perahunya menyusul Putri Bungsu ke Khayangan. Dia kayuh perahu melintasi Batu Belah hingga dia melihat seutas tali menuju Khayangan. Lewat seutas tali itu dia memanjat ke Khayangan dan tiba di Tapin Kuta dari ayah Putri Bungsu.

Setelah melewati berbagai ujian berat dari ayah Putri Bungsu, akhirnya dia diperkenankan bertemu Putri Bungsu. Warga kuta marah kepada ayah mertuanya dan mendesaknya hingga ke TERUH KARANG.

πŸ’’ANALISISπŸ’’
***
Ada 2 tahap di dalam hubungan antara Si Mandupa dengan Putri Bungsu.

πŸ‘‰ Tahap 1 adalah : dengan mana Putri Bungsu datang dari luar (langit) dibawa masuk ke lokalitas Si Mandupa. Hubungan yang diikuti dengan adanya reproduksi (ada anak) ini adalah bersifat VIRILOCAL (tinggal di tempat suami) dan equivalent dengan perkawinan cara NANGKIH.

πŸ‘‰ Tahap 2 adalah : dengan mana Si Mandupa sebagai orang luar yang memasuki kuta asal istrinya. Hubungan mereka kemudian "diformat ulang" secara ERDEMU BAYU yang bersifat UXORILOCAL (tinggal di lokalitas istri).

Di dalam ringkasan teks cerita saya membuat kapital TARUM dan TERUH KARANG. Konstruksi rumah adat Karo terdiri dari KARANG dan TARUM.
 
Masing-masing karang dan tarum merepresentasekan sebuah house;

Karang adalah house yang kategorinya BARUNG (yang dalam bahasa Inggris disebut farm house), sedangkan TARUM merepresentasekan house di dunia khayangan tempat tinggal para ancestors (karena itu sebanding dengan GIRITEN atau dalam bahasa Inggris disebut charnel house).

Dengan kata lain, RUMAH KARO ('House') adalah penyatuan dari BARUNG (farm house) dengan GIRITEN (charnel house). 
πŸ‘‰ Yang pertama, adalah ditempati oleh sembuyak (bersama anak berunya) (anak dilaki dan anak diberu dari satu pasangan suami istri), sedangkan 
πŸ‘‰ Yang ke dua adalah, seperti rumah Minang, hanya putri-putri dari sepasang nenek moyang (di Khayangan).

Kedua rumah tersebut dihubungankan oleh LABAH/ ANAK LAU/ DALEN LAU yang memanjang dari JAHE ke JULU. Guru Sibaso menggunakannya sebagai lintasan utama ritual trance dalam melakukan perjalanan dari a virilocal house ke an uxorilocal house. Jahe -- Julu adalah lintasan dari bumi ke langit.

[ tangga bambu di ture, itu pegangan atas "sengaja" dibuat tinggi sebelah, itulah tanda untuk mengetahui yang mana πŸ‘‰ ture julu dan ture jahe, maka Kam pun akan tau tanduk mana yang kerbou jantan dan yang mana tanduk kerbou betina  ]

Perkawinan Karo adalah terjalinnya hubungan antara langit dan bumi. Kerja erdemu bayu secara mitologis diawali dengan hilangnya pakaian si Putri Bungsu (pengantin perempuan) yang dicuri oleh Si Mandupa (pengantin laki-laki) yang terjadi dalam peristiwa Nangkih

Erdemu bayu sendiri terjadi setelah "Putri Bungsu menemukan kembali pakaiannya dan terbang kembali ke langit". Makanya kerja erdemu bayu adalah menemukan kembali Si Putri Bungsu di langit (baca: Kuta) sedangkan tempat tinggalnya laki-laki ada di Bumi (baca: urung).
 
Why? it's just a "selendang", Bandito?
 
Mengapa pengantin Karo iOSEi? Agar terlihat oleh SOCIETY (baca Dibata), sedangkan yang tidak iosei πŸ‘‰ ligen pengidah Dibata. Ingat selendang Si Uncu (Bidadari Bungsu) yang bernama "Kajang Kemujung" dalam kisah Si Mandupa?
 
πŸ‘‰ back to:  Mbaba Kampil 

❤ Sendah TUDUNG si ngarakken BULANG-BULANG ❤ 
enda pedah NINI nTa men BanTa krina __

Menurut tinjauan Ethnolinguistic. Baik dilaki entah pe diberu dasar penyebutenna NINI ialah sbb:
Nini adalah kata Austronesia yang tersebar di bahasa-bahasa rumpun Austronesia.
Misalnya di Jawa, ada nini, semisal nini towok, dan VARIANT lain seperti: nyi, nyai, nene, nenek.

Tudung
 juga bahasa Austronesia, yang artinya penutup dari atas [langit], misalnya tudung saji, tudung periuk.

Perbedaan antara 2 nini enda e me kap
πŸ‘‰ sada nini penguasa tanah (dilaki/ harimau), 
πŸ‘‰ sada nini penguasa rumah/ langit. 

πŸ’­ Makanya tudung umumnya berbentuk tarum rumah. πŸ’­

Kata BULANG berasal dari belang yang artinya belang-belang dan juga berarti Harimau (Si Belang).
Kehidupan paling tua di bumi adalah hutan. Selain penguasa kehidupan Nomaden, penguasa perdagangan dan ekonomi, Raja Umang juga adalah Raja Hutan.
 
Untuk menunjukkan seorang laki-laki adalah POWERFULL, dia sengkulken bulang-bulang di kepalanya (dan kitapun patut hati-hati jangan banyak cingcong). 

**** 
Sumber Buku Bacaan: Buku KBB "Rethingking Karo Society", Bab 12, "Nangkih", Leiderdorp, 2006
Oleh : AndichristTheodicea KaynEchsed Ginting
Editor : Willem A Sinuraya