Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Karosekali Bukan Merga Tertua di Suku Karo

RASK
Kemahen Art Photography: Miniatur Rumah Adat Karo "Sangka Manuk"

Pendekatan Strukturalisme asumsi dasarnya adalah aspek-aspek budaya terutama sekali diinspirasi oleh upaya manusia mendekatkan diri dengan SOCIETY. Dalam Bahasa Inggris kita sebut "to become a whole with the society" yang dalam bahasa religiusnya (Kristen) "menjadi segambar denganNya".


Mari saya ajak pembaca memahami kedua pendekatan itu dengan memusatkan perhatian pada satu hal saja, yaitu soal MARGA atau MERGA.

👉Marga berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya adalah "jalan mencapai penciptanya".

Selama ini, marga atau merga dibayangkan sebagai sebuah kelompok sosial yang bagi orang-orang Batak adalah kelompok-kelompok garis keturunan yang nenek moyangnya sama, yaitu Si Raja Batak.
 
Sementara menurut orang-orang Karo merga adalah juga kelompok garis keturunan tapi, lain dengan Batak, merga yang satu bukan berasal dari nenek moyang yang sama dengan merga-merga yang lain.

Kita ambil saja asumsi bahwa Karosekali adalah merga yang tertua pada Suku Karo. Asumsi ini sebenarnya berasal dari "spekulasi" dari para peneliti Belanda seperti J.H. Neumann dan W. Middendorp yang kemudian dibuat terkenal oleh P. Tamboen lewat bukunya ADAT ISTIADAT KARO (1952, Balai Pustaka: Jakarta).

Spekulasi para peneliti Belanda berkisar pada nama Karo Sekali yang ditafsir sebagai berarti Karo bukan dua kali sebagaimana halnya merga Karo-karo yang kata "karo" diucapkan dua kali. Dengan spekulasi itu, diasumsikan kalau Karosekali adalah Karo asli karena suku ini juga bernama Karo, sedangkan Karo-karo adalah bagiannya.😁

Betapa spekulatifnya asumsi itu. Merga Karosekali sendiri tidak punya mitos apa-apa mengenai asal usul merga itu tapi anggota merga Kasrosekali dibuat bangga oleh asumsi spekulatif dari literatur modern meskipun nilainya secara ilmiah akademik adalah NOL BESAR.

Tapi, bagaimanapun juga, cara berpikir seperti itu dapat kita telusuri ke diskusi-diskusi dunia akademik pada masanya dengan asumsi dasar adanya gelombang migrasi dari Asia Daratan terutama Indochina ke Kepulauan Nusantara.

Diasumsikan bahwa Suku Karo adalah KUMPULAN merga-merga sementara masing-masing merga adalah satu kelompok garis keturunan.

Asumsi itu membawa orang-orang ke dalam sebuah FANTASI adanya kelompok-kelompok tertentu yang berpindah-pindah tempat dari tempat asalnya di Indochina (Vietnam, Burma, Laos, Kamboja, dan Thailand) secara bertahap hingga ratusan atau bahkan ribuan tahun lamanya tiba di Sumatera. Salah satunya adalah Kasrosekali yang tiba di Seberaya.

Percaya atau tidak kalau saya katakan kisah seperti itu adalah fiksi atau khayalan belaka tanpa ada fakta pendukungnya?

Dari teori, diturunkan fiksi, dan dari fiksi itu diciptakan pula fiksi baru yang seolah cocok dengan fiksi lama yang sebelumnya sudah dicocokoli dengan teori adanya gelombang migrasi dari Asia Daratan ke Asia Kepulauan.
 
Padahal, sebuah teori masih harus terus menerus diuji dengan penelitian-penelitian baru dengan menggunakan data-data dan fakta-faklta baru. Bukan dengan menerapkannya langsung sebagai kebenaran mutlak seperti halnya ayat-ayat Kitab Suci.
 
Fiksi yang diturunkan dari dari fiksi lama dilakukan oleh P. Tamboen dengan mengatakan Karo berasal dari Bahasa Batak Ha RoHa, kata P. Tamboen, adalah abjad pertama dalam Aksara Karo (Ha Ka Ba Pa Na Wa Ga Ja Da Ra, dst) sementara Ro artinya dalam Bahasa Batak datang.
Jadi, simpul Tamboen, Karo artinya kelompok yang pertama datang.😁

Tamboen menggunakan "analisis linguistik" meski dia tidak terlatih sebagai linguist. Analisisnya dibantah oleh etnolinguist pertama Indonesia H.G. Tarigan dengan mengatakan Bahasa Karo lebih tua darti Bahasa Batak.

Menurut Tarigan, 
Bahasa Karo dan Bahasa Batak sama-sama berinduk ke Bahasa Melayu. Ucapan "ha" tentu lebih muda daripada ucapan "ka", kata Tarigan, untuk menepis spekulasi Tamboen bahwa nama Karo berasal dari Bahasa Batak.

Mari kita periksa keberadaan merga-merga Karo dengan berpegang teguh pada data/ fakta. Bila tidak ada data atau faktanya cukup kita katakan TIDAK TAHU dan jangan mengada-ada dengan menciptakan fiksi cocokologi.

Selama ini literatur mendaftarkan merga-merga Karo dengan mengelompokkannya ke 5 merga utama: 
1. Ginting, 
2. Karo-karo, 
3, Perangin-angin, 
4. Sembiring, 
5. Tarigan.

Merga-merga lain disebut cabang atau ranting dari salah satu diantara 5 merga itu. Dalam Bahasa Inggris masing-masing kelima merga itu biasa disebut clan dan bagian-bagiannya disebut sub clan, sub-sub clan, lineage, sub lineage, dan sub-sub lineage.

Hubungan antara Clan dengan Sub Clan, Sub Clan dengan Sub-sub Clan, Lineage, Sub Lineage dan Sub-sub Lineage umumnya dianggap sebagai hubungan keturunan.

Menurut hemat saya,
 hubungan keturunan seperti itu tidak berorientasi pada data maupun fakta. Mari kita lihat hubungan antara merga Karo-karo dengan merga-merga lain yang disebut sebagai cabangnya.
 
Tidak ada data maupun fakta apapun yang menunjukkan bahwa Barus dan Sinulingga adalah keturunan Karo-karo. Bahkan mereka sama sekali tidak menganggap keturunan nenek moyang yang sama, kecuali Tarombo Siraja Batak yang memaksakan semua merga Karo berasal dari Batak.

Timbulnya pertanyaan, mengapa Barus dan Sinulingga dikelompokan menjadi bagian dari Karo-karo?

Di titik itu 
kita perlu berhenti sejenak dengan mengolah pikiran seperti di bawah ini.👇
Kalau kita katakan Barus dan Sinulingga adalah cabang Karo-karo, tentu kita tahu kalau cabang adalah kelanjutan dari sebuah batang seperti halnya ranting adalah kelanjutan dari cabang, dan ranggas kelanjutan dari ranting.

Padahal, menurut mitologi merga-merga yang dikatakan cabang dari Karo-karo (Barus, Sinulingga, Sitepu, Karosekali, dan lain-lain) tidak ada diantara mereka yang berasal dari tempat maupun nenek moyang yang sama. Kekecualian terjadi pada Sitelu Kuru (Sinulingga, Surbakti, Kacaribu + Kaban).

Begitupun, orang-orang Batak "memaksa" semua merga Karo-karo berasal dari sebuah marga Batak (Raja Oloan) sementara merga-merga yang dikatakan bagian dari Karo-karo itu sendiri "tidak berhasil" menemukan adanya kesatuan nenek moyang diantara mereka. Mengapa Tarombo Siraja Batak merasa perlu MENDIKTE Sejarah Suku Karo?😀

Apakah Tarombo Siraja Batak sudah melalui prosedur ilmiah akademik yang absolut tidak bisa dibantah oleh orang-orang Karo sehingga menuding pembantahnya sebagai pengkhianat nenek moyang?

Ataukah hanya karena mereka merasa lebih layak memahami sejarah kehidupan manusia?

Perlu saya ingatkan sekali lagi,
 dalam prosedur ilmiah akademik, sesuatu yang kita tidak tahu pasti, terutama bila tidak didukung data maupun fakta positip, perlu kita akui sebagai sesuatu yang TIDAK DIKETAHUI (unknownjangan paksa jadi TAHU-TAHUAN demi bisa merasa lebih berkuasa dari yang lain.

Makanya sejak awal saya katakan, bukan teori lama Culture Area itu yang salah, tapi penerapannya yang konyol. Teori persebaran manusia purba dari Asia Daratan ke Asia Kepulauan telah merangsang khayal orang-orang membayangkan mereka datang ke Karo dalam bentuk pengelompokan sosial.
 
Tidak heran kalau ada asumsi nenek moyang Suku Karo berasal dari Suku Karen (Burma) atau Yunan (Cina Selatan). Kedua asumsi ini sangat ..... sangat didasarkan pada kemiripan antara Suku Karo dengan suku-suku yang bermata pencaharian "berburu dan meramu" di Burma, Laos, dan Kamboja.

Diantaranya dipilih Karen karena penyebutan Karen dan Karo agak mirip kedengaran.

Di mana keilmiahan asumsi itu?

Demikian juga Suku Yunan di Cina Selatan diasumsikan sebagai asal Suku Karo berdasarkan kemiripan bentuk luar rumah-rumahnya dan pakaian tradisional mereka yang serba merah cerah. Padahal, dulunya kain tenunan Karo didominasi oleh warna gelap sebelum dikenalnya Uis Parang Rusa, Beka Buluh dan Uis Nipes dari
 
Kemiripan pakaian tradisional dengan Yunan jadi blunder bukan? Hanya karena tidak mengenal budaya dan sejarah lokal Suku Karo sendiri. Konon, kata mereka yang suka melihat mirip-mirip itu, rumah adat Karo dan rumah adat Batak juga mirip. Apakah Suku Batak juga berasal dari Yunan?😀

Ih, mereka sudah mengklaim diri dari langit. Belakangan, ketika sejarah mereka dari langit itu dianggap tidak logis lagi, mereka balik gagang dan mengklaim mereka adalah sisa-sisa tentara Mantsuria yang melarikan diri setelah ditaklukkan oleh tentara Tiongkok.😀

Saya tidak membantah satupun sejarah itu. Apakah berasal dari Karen, Yunan atau sisa-sisa tentara Mantsuria. Hanya saja, perlu disadari bahwa asumsi itu secara ilmiah akademik masih sangat mentah atau apa sering disebut preliminary assumption (dugaan awal atau mentah).

Sama dengan tulisan J.H. Neumann di dua jilid Bijdragen yang diterbitkan oleh KITLV Leiden dan nantinya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Sejarah Batak Karo: Sebuah Sumbangan". Istilah "sebuah sumbangan" itu adalah sebutan lain untuk preliminary approach.
 
Tapi, ada pula yang mengaku sejarawan Karo menjadikan tulisan Neumann itu untuk mengklaim kebenaran mutlak bahwa Karo berasal dari Batak. Padahal Neumann sendiri sudah menyebutkan "daripada gelap sama sekali, ada baiknya kita awali dengan mengumpulkan mitos-mitos Karo sebagai awal (preliminary) dari penelitian-penelitian lebih lanjut".
 
Tapi, tetap saja penelitian lebih lanjut itu tidak kunjung tiba. Orang-orang Karo sendiri sudah menjadi "salah benana" membayangkan segala sesuatu yang disebut MERGA adalah sekelompok manusia yang berasal dari satu tempat atau nenek moyang yang sama. Ketiadaan mitos maupun legende dari masing-masing Merga Silima itu dianggap adalah kebodohan orang-orang Karo sendiri.

Sulit bagi mereka menerima ketika saya katakan kalau kelima merga itu hanya KATEGORI. Penggabungan merga-merga ke dalam salah satu diantara kelima merga bukan karena mereka memiliki persamaan asal usul, tapi adalah untuk memberi ARAH sehingga mereka punya arah hubungan perkawinan yang sama.

Itulah yang menjadi asumsi dasar dari Antropologi Struktural, segalanya adalah RELATIVE.

Hubungan andalah yang menentukan siapa anda, bukan siapa anda yang menentukan ke mana hubungan anda. Tarombo Siraja Batak menganut prinsip karena anda adalah keturun ini itu, maka anda tidak bisa kawin dengan ini itu.

Karena itu, mereka sering di media sosial berkata, "kalau Karo bukan Batak, dari mana asalnya Suku Karo?" Dalam hati saya, "kok kau pula yang mengadili realitas Suku Karo?"
Perasaan menjadi Sang Paman Mahkamah Konstitusi.😀

Oleh : Juara. R Ginting