Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Karo Adalah Suku Berdiri Sendiri

Karo Adalah Suku Berdiri Sendiri

Suku Karo adalah suku yang mendiami dataran tinggi dan dataran rendah di Sumatera Utara. Suku Karo tersebar di dataran tinggi Karo (Kabupaten Karo), Karo Baluren (Dairi), Simalungun Atas (sebagian), Langkat, Deli Hulu (Deli Serdang), Medan, Binjai, Aceh Tenggara dan lainnya. Suku Karo memiliki bahasa tersendiri yakni bahasa Karo. Setiap orang dalam Suku Karo terikat oleh sistem adat yang disebut dengan merga silima, “Rakut si telu dan tutur si waluh”. Jadi dimanapun mereka berada pasti memiliki marga, dan jalan persaudaraan tersendiri.

Sejarah kerajaan suku (Karo/Haru) pada abad 12-sampai abad 13 pada awal suku Karo bernama Haru yg dikenal ARU. Dilihat dari kapasitas kerajaan ini cukup besar pada masa itu, bisa dikatakan lebih besar dari kerajaan batak, karena kerajaan majapahit sangat memperhitungkan kerajaan Haru, sampai-sampai kerajaan majapahit membuat sumpah yaitu sumpah palapa yang berisi menaklukan kerajaan-kerajaan besar yang ada di sumatra, jawa, kalimantan sampai irianjaya. 

Hal ini dapat dibuktikan dari sumpah Amukti Palapa sebagaimana yang ditulis dalam kisah Pararaton (1966), yaitu: Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah mada: ”Lamun awus kalah nusantara isun amuktia palapa, amun kalah ring Guran, ring Seran, Tanjung Pura, ring HARU, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti Palapa”

Salah satunya kerajaan Karo (Haru), karena pada masa itu kerajaan Haru berkembang pesat di wilayah sumatra utara.Tapi sayang, nya kerajan Haru jatuh ditangan kerajaan aceh (dua kali diserang) dan nama ARU tidak pernah diberitakan lagi. Serangan Aceh yang kedua ini adalah serangan yang terhebat dimana seluruh kerajaan ARU habis dibakar dan yang tersisa hanyalah Benteng yang masih eksis hingga sekarang. Jatuh kerajan Haru ditangan kerajaan aceh mengakibatkan semua jalur pemerintahan Haru di ambil alih kerajaan aceh.

Sejarah KeBatak’an Suku Karo

Perlu diingat masyarakat suku Karo enggan disebut sebagai bagian dari suku Batak, karena memang berbeda. Ditinjau dari segi sejarah, anggapan suku Karo adalah bagian dari suku Batak merupakan presepsi yang sangat keliru. Nenek moyang suku Batak dengan nenek moyang suku Karo berbeda. Disatu sisi, nenek moyang suku Batak berasal dari Si Raja Batak yang leluhur mereka keturunan dari Cina selatan (suku Mongolia). Disisi lain nenek moyang suku Karo berasal dari Kerajaan Haru yang leluhurnya berasal dari India Selatan (suku Tamil yang di pulau sumatera, eksistensi penyebarannya mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau).

Kira-kira pada tahun 1900an Belanda kewalahan melawan Musuh Berngi (malam) karena keberanian dan strategi mereka. Belanda kehilangan akal bagaimana menaklukkan pasukan sumpitan suku Karo ini, sampai akhirnya Belanda menemukan taktik yang lain, yaitu dengan menginjili Orang karo supaya tidak lagi melawan. 

Pengusaha Belanda bekerja sama dengan badan penginjilan NZG untuk menjinakkan orang karo, karena berperang atau melalui senjata Belanda selalu kalah menghadapi suku Karo. Penginjilan yang berawal pada tahun 1890 ini berhasil menjinakkan gangguan musuh berngi (malam) namun dapak positifnya orang Karo pun menerima Injil. Upaya penginjilan ini adalah bukti tak terbantah bagaimana Belanda sangat mengakui kehebatan pasukan orang Karo. Pada masa itu daerah batak sudah dikuasi sepenuhnya oleh belanda melalui penginjilan pada masyarakat batak (HKBP) dan selanjutnya terjadinya penginjilan di tanah karo.

Akhirnya kerajaan aceh lepas tangan untuk membantu melawan belanda didaerah Karo, karena aceh telah mendengar bahwa suku Karo mau ikut dengan belanda. Suku karo tidak lagi mendapat bantuan dari aceh untuk selamanya. Kemudian belanda membuat nama karo batak ( karo menjadi rumpun batak) karena Belanda tau daerah kekuasaan aceh termasuk adalah daerah haru (karo). Taktik belanda menyebut suku Karo menjadi karo batak telah memisahkan aceh dari suku Karo dan memasukkan suku Karo ke dalam rumpun sub batak.

Pada mula batak hanya satu (toba tapanuli ini adalah nama daerah bukan nama suku) yang menetap di daerah toba. Tapanuli adalah suku batak. Suku Karo dianggap suku batak termuda. Di lihat dari sejarah memang belanda lebih dulu menguasai daerah batak. Dengan basis awal menguasai kebatakan memberi ruang belanda menyebar ke tanah karo. Kita sering mendengar bahwa batak menjadi 5 bagian yaitu tertua toba, tapanuli, mandailing, simalungun, pakpak dan terahir adalah karo (haru). Ini semua hanyalah permainan politik belanda untuk mempermudah masuk ke tanah karo. Jadi intinya suku karo bukan lah bagian dari batak itu hanya lah meralaskan politik belanda saja.

Dari cerita di atas sudah jelas bahwa karo bukanlah batak. Suku batak adalah suku yang paten, tanpa ada pecahan sub. Toba bukanlah nama suku, karena bahasa toba tidak ada. Yang ada bahasa batak, ulos batak, lagu batak, tari batak dan lain-lain.

Sama halnya dengan suku Karo adalah suku yang paten, tanpa ada pecahan sub dan Karo tetap menggunakan bahasa Karo, uwis Karo, makanan Karo, tari Karo, lagu Karo dan dll. Suku Karo tidak pernah memakai bahasa batak dalam acara adat Karo dan tetap mempertahankan budaya nya yang asli

Kehidupan Sosial Suku Karo

Kehidupan suku Karo umumnya dari sektor agraris atau pertanian meski ada juga peternakan yang biasanya dikelola sebagai pekerjaan sampingan.

Suku Karo sebelum kedatangan agama-agama ke Indonesia adalah penganut animism. Namun ada juga yang mengatakan politeisme yakni memiliki tiga Tuhan. Ketiga Tuhan tersebut adalah Dibata Guru Ni Datas (Allah penguasa atas/awal), Dibata Banua Koling (menguasai dunia tengah-bumi dan manusia) dan Dibata Padukah Aji (Allah penguasa bawah/akhir). Agama yang pertama adalah agama perbegu, kemudian dengan datangnya agama Hindhu diubah namanya menjadi agama pemena. Setelah itu datang agama Islam dan Kristen. Sekarang mayoritas penduduk Karo telah beragama Kristen Protestan.

Masyarakat Karo memiliki budaya yang unik dalam seni dan budaya termasuk terhadap benda-benda kebudayaannya. Setiap seni memiliki nilai mistis dan makna tersendiri, juga dalam setiap karya memiliki nilai mistis dan makna tersendiri. Beragam corak hias dengan nilai mistis seperti penolak marabahaya, pendatang rejeki, pendamaian dan sebagainya.

Alat-alat pertaniannya seperti cangkol, cuan, sabi-sabi, garu dan sebagainya.

Sedangkan alat masak dan makannya adalah seperti kudin gelang-gelang (periuk kuningan), kudin taneh (periuk dari tanah liat), capah (tempat makan bersama), ukat (sendok dari bambu) dan banyak lainnya.

Alat musiknya disebut dengan gendang lima sendalanen (gong, gendang kecil, sarune) juga ada kulcapi, keteng-keteng dan sebagainya.

Oleh: Indra Ketaren
Blog : Sorasirulo.com