Cerita Petani di Karo Saat Harga Kol Rp200/Kg, Ada yang Tidak Panen dan Membiarkan Busuk di Ladang
Karogaul.com - Akibat harga sayur kol turun drastis di kisaran
Rp200 per kilo gram (kg), beberapa petani di Kecamatan Berastagi, Kecamatan
Merdeka, Kecamatan Kecamatan Simpang Empat, Merek dan Tigapanah, Kabupaten
Karo, Propinsi Sumatra Utara membiarkan sayur kol tersebut membusuk di ladang
mereka.
Demikian diungkapkan oleh seorang petani sayur kol bernama
Ardi Ginting (30) kepada wartawan, Sabtu (12/9/2020) siang.
"Mau dipanen harganya sangat murah, untuk ongkos panen
saja tidak nutup,” ungkap Ardi yang mengeluhkan soal harga kol tersebut.
Ardi menyebutkan, kali ini mengalami gagal panen. “Empat
bulan yang lewat harga kubis mencapai Rp3.000 per kilo gram, tapi saat ini
harga di tingkat petani hanya Rp200 per kilo di lahan pertanian. Harga Rp 3.000
itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Setelah itu? terus menurun hingga Rp.
200 per kilogram. Itupun tergantung dari kualitasnya,” sebut Ardi.
Sebab, lanjut Ardi, Untuk biaya perawatan hingga masa panen
membutuhkan biaya sebanyak Rp10 juta. Dengan harga kubis Rp200 sudah dipastikan
akan mengalami kerugian yang cukup besar.
“Padahal kubis sudah saya semprot secara intensif agar tidak
mudah busuk. Kubis - ubis milik saya tetap busuk, sekarang hanya bisa digunakan
sebagai tambahan pupuk,” ungkap Ardi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ruben Karo - karo seorang
petani kubis di Kecamatan Merek. Ia mengatakan harga kubis selama tiga bulan
ini turun menjadi Rp. 300 sampai 200 per kg.
"Kami tak bisa berbuat apa - apa melihat harga kubis
turun. 3 bulan yang lewat harga kubis masih Rp. 3000 per kg,” kata Ruben.
Ruben menyebutkan, bahwa upah memotong sayur kubis dan upah
angkutannya lumayan besar.
”Kalau di lahan pertanian harga kubis mencapai 200 per kg,”
kata Ruben petani yang memiliki lahan kubis seluas 1 hektar ini.
"Kalau dalam kondisi normal, harga kubis Rp 1.000-Rp
1.500 per kilogram. Namun, saat ini harga kubis terjun bebas, menjadi Rp 200 hingga
300 per kilogram. Kalau harganya demikian, bagaimana kami bisa mengeruk
keuntungan,” sebut Ruben.
Ruben menjelaskan, jika harga masih Rp 1.000 hingga Rp 1.500
per kilogram, petani masih bisa mendapatkan penghasilan.
“Kalau harga kubis menjadi Rp 200 per kilogram, dalam 1
hektar lahan kubis hanya mampu mendapatkan Rp 2 hingga 3 juta. Bahkan, ada yang
malah rugi,” ujarnya.
"Dalam 1 hektar lahan, biaya yang harus dikeluarkan oleh
petani kubis Rp 8 juta hingga Rp 10 juta. Biaya tersebut dikeluarkan untuk
membeli bibit kubis. Selain itu, juga ada biaya perawatan dan upah para buruh
tani," beber Ruben.
Terkait harga sayur, seorang pedagang sayur, Juli Sembiring,
kepada wartawan, Sabtu (12/10/2020) mengungkapkan, bahwa anjloknya harga
sayuran disebabkan karena banyaknya stok dari petani. Hal itu dirasakan mulai
pertengahan musim penghujan tahun ini, dan masih terus berlanjut sampai
sekarang.
“Kalau musim hujan seperti ini stok sayuran dari petani
sangat banyak, sehingga harganya turun. Sebenarnya juga kasihan pada petani,
mereka pasti mengalami kerugian. Tapi kami juga tidak bisa berbuat banyak,”
kata Juli. (Petunjuk7)