Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sangkep Nggeluh Kalak Karo

Tapak Raja Sulaiman
Sangkep Nggeluh Kalak Karo

A. Pengantar

            Manusia diciptakan dengan kodrat sebagai mahluk sosial, yang dimana memiliki interaksi aktif dan pasif terhadap apa yang ada disekitarnya, terutama dengan sesama manusia.           

Interaksi yang aktif ini-lah yang dikemudian–hari menumbuhkan hubungan dan jaringan, baik yang terbentuk melalui asas keturunan, pernikahan, maupun interaksi sosial secara umum.

            Hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan ini-lah yang dalam kehidupan masyarakat Karo disebut dengan sangkep nggeluh  yang meliputi: merga silima yang merupakan palas(dasar) dari daliken kegeluhen(tungku kehidupan) masyarakat Karo. Palas(dasar) merupakan representatif dari pondasi ataupun kaki  dari daliken(tungku) yang ditemukan di rumah adat Karo yang berjumlah lima, sehingga Merga Silima ini dalam tradisi Karo juga sering diseput Dalikena Si Lima(kelima tungku) yang perwujudannya adalah Merga Silima   meliputi: 1. Karo-karo, 2. Ginting, 3. Sembiring, 4. Tarigan, dan 5. Peranginangin, serta cabang-cabangnya dari Merga Silima itu; tutur siwaluhrakut sitelu(penyederhanaan dari terpuk siempat/siempat terpuk), dan perkaden-kaden si sepuluh dua tambah sada.    

B. Orat tutur

            Tutur mengandung artian hubungan dan kedudukan dalam kekerabatan, baik secara adat, maupun kekeluargaan. Untuk mengetahui tutur, maka dilakukan ertutur, yakni: proses menelisik hubungan dan kedudukan dalam adat maupun kekeluargaan. 

Orat tutur, berarti kedudukan dan hubungan perkade-kaden (kekerabatan) berdasarkan asas hubungan vertikal(geneologi/darah)maupun horizontal(perkawinan, sejiran, sepersadaan, dlsb), yang didapat dari proses ertututr, sehingga diperoleh dua belas tegun(kelompok) yang masing-masing memiliki kundulen(fungsi dan kedudukan) dalam adat Karo. 
Adapun ke–dua-belas tegun orat tutur dalam sangkep nggeluh kalak Karo(kekerabatan orang Karo), yakni:

1.   Sembuyak
2.   Senina
3.   Senina Sepemeren
4.   Senina Separibanen
5.   Senina Sedalanen
6.   Senina Sepengalon
7.   Kalimbubu
8.   Puang Kalimbubu
9.   Puang Ni(Nu) Puang
10. Anak Beru
11. Anak Beru Menteri
12. Anak Beru Pengapit(Singikuri)

Ke-12 tegun di atas juga disebut perkade-kaden si sepuluh dua(ke-12 kekerabatan Karo) dan jika ditambah dengan teman meriah(teman sepekerjaan, sepersadan, sejiran, sekampung, dlsb) itulah yang lazim disebut dengan perkade-kaden si sepuluh dua tampah sada.
 Scara umum, ke-12 tegun ini kemudian disederhanakan lagi menjadi delapan tegun, disebut dengan tutur si waluh. Dimana, ke-delapan tutur itu terdiri dari 1) Sembuyak, 2) Senina(poin 2 – 6), 3) Kalimbubu, 4) Puang Kalimbubu, 5) Puang Ni Puang, 6) Anak Beru, 7) Anak Beru Menteri, dan 8) Anak Beru Pengapit(singikuri). Dan, beranjak dari itu, tumbuh-lah rakut si telu yang merupakan penyederhanaan dalam konsep tegun siempat(siempat terpuk) dalam orat tutur yang dimana, pada poin 1 – 6, kundulen-nya masuk dalam tegun yang disebut sukut(sembuyak-senina); poin 7 – 9 kalimbubu, sedangkan 10 – 12 disebut tegun anak beru. Sehingga, dalam rangkuman tiga kelompok ini, maka muncul-lah istilah rakut si telu, yakni: 1) sukut(sembuyak – senina), 2) anak beru, dan 3) kalimbubu, yang jika kita terjemahkan secara harafiah mengandung arti tiga ikatan(ikatan yang tiga), namun dalam adat Karo praktis, rakut sitelu ini tidak-lah dapat diterapkan, karena pada prinsifnya sembuyak dan senina tidaklah dalam setiap proses adat dapat disamakan, maka konsep siempat terpuk ataupun tegun siempat, yakni: 1) Sembuyak, 2) Senina, 3) Kalimbubu, dan 4) Anak Beruh lebih relevan untuk diterapkan dalam adat Karo praktis.

Namun, dasar dari semua itu sebenarnya adalah tutur siwaluh yang berasaskan pada kekerabatan vertikal(geneologi) ataupun, hubungan darah, seperti ditunjukkan oleh skhema berikut ini!

 C. Orat tutur berdasarkan hubungan darah

Skhema orat tutur kalak Karo
Skema tutur siwaluh asas hubungan darah
 1. Merga
Merga, adalah darah yang diwariskan oleh orang tua kita(ayah) kepada kita. Dalam pandangan umum, merga ataupun sub-merga ini sama halnya dengan nama keluarga sebagai penjelas identitas.

Pewaris(darah) merga dalam suku Karo dibawa dan diturunkan oleh laki-laki, yang juga diwariskan kepada keturunannya kelak. Sedang untuk wanita disebut beru(disingkat br). Namun, walaupun bukan pemberi merga, diberu(wanita) dalam sistem kekerabatan suku Karo perananya sangatlah penting dalam penentuan kedudukan didalam adat, sehingga dapat kita lihat dari skhema diatas bahwa dalam tutur siwaluh itu, kundulen(kedudukan) dari masing-masing orat tutur itu diwariskan dari perempuan, bukan laki-laki(kecuali merganya).

Ayah saya bermerga Sembiring Meliala, sehingga pastilah saya juga ber-merga Sembiring Meliala dan turang(persaudaraan berbeda gender) ataupun saudari saya pastilah beru Sembiring Meliala juga.

Jika membaca nama-mana dari orang Karo, kita sudah mengetahui jenis kelamin(gender) dari sipemilik nama.

Contoh:
-          Reh Ngenana Sembiring (laki-laki)
-          Reh Ngenana Beru(Br.) Sembiring (perempuan)
-          Keriahen Br. Tarigan (perempuan)
-          Keriahen Tarigan (laki-laki)

Saat sekarang ini, sudah banyak kaum wanita Karo yang dalam menuliskan namanya langsung menuliskan merga atau sub-merganya saja, tanpa didahului kata beru(br).

2. Bere-bere
Bere-bere, adalah darah yang diwariskan oleh ibu kepada kita, atau dengan kata lain beru yang dimiliki oleh ibu kita. Saya ber-merga Sembiring Meliala karena ayah saya ber-merga Sembiring Meliala. Sedangkan ibu saya adalah beru Ginting Manik jadi, bere-bere saya adalah Ginting Manik.
Ilustrasi terjadinya merga dan bere-bere.
Ilustrasi terjadinya merga dan bere-bere.

3. Binuang
Binuang, adalah beru yang dimiliki oleh nenek kita dari ayah(beru ibu dari ayah kita). Ataupu bisa kita katakan binuang adalah bebere ayah kita. Contoh: Saya ber-merga Sembiring Meliala dan ber-bebere Ginting Manik(seperti yang telah dijelaskan diatas). Binuang saya adalah Tarigan Gersang. Mengapa? Karena ayah saya ber-bebere Tarigan Gersang, ataupun ibu ayah saya(nenek saya) beru Tarigan Gersang.
Ilustrasi terjadinya binuang.
Ilustrasi terjadinya binuang.

4. Kempu
Kempu, adalah beru yang dibawa oleh nenek dari ibu kita(beru dari ibunya ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik bere-bere Sembiring Meliala, sehingga saya ber-merga Sembiring Meliala, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang(seperti dijelaskan diatas), dan kempu Sembiring Meliala. Mengapa saya kempu Sembiring Meliala? Ya, karena ibu saya bebere Sembiring Meliala, ataupun nenek(ibu dari ibu) saya beru Sembiring Meliala.
Ilustrasi terjadinya kempu.
Ilustrasi terjadinya kempu.
5. Kampah
Kampah, adalah bere-bere dari kakek(bapak dari ayah kita). Sehingga jika disusun, saya ber-merga Sembirig, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, Kempu Sembiring Meliala(seperti dijelaskan diatas), dan kampah Karokaro Sitepu. Mengapa kampah saya Karokaro Sitepu? Kakek saya dari ayah atau jelasnya bapanknya ayah saya, ibunya ber-beru Karokaro Sitepu, sehingga kakek saya pastilah bebere Karokaro Sitepu, ayah saya binuangnya Karokaro Sitepu, maka saya ber-kampah Karokaro Sitepu.
Ilustrasi terjadinya kampah.
Ilustrasi terjadinya kampah.

6. Entah
Entah, adalah bebere dari ibu ayah kita. Ataupun bisa kita katakan kalau entah ini adalah beru dari nenek ayah kita(binuang ayah kita). Ayah saya binuangnya adalah Karo-karo Barus, sehingga saya memiliki entah Karo-karo Barus. Dan jika diurutkan , maka saya merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu(seperti yang dijelaskan sebelumnya), dan entah Karo-karo Barus.
Ilustrasi terjadinya entah.
Ilustrasi terjadinya entah.

7. Ente
Ente, adalah bebere dari ayah ibu kita, ataupun bisa dikatakan beru dari nini ibu kita(binuang ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan binuangnya Sembiring Kembaren. Maka jika diurutkan dari saya jadi, seperti berikut. Saya ber-merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, Kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-karo Barus(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan karena ibu saya binuangnya Sembiring Kembaren, maka ente saya juga Sembiring Kembaren.
Ilustrasi terjadinya ente.
Ilustrasi terjadinya ente.
8. Soler
Soler, adalah beru dari ibu-nya dari ibu kita. Bisa juga kita jelaskan kalau soler ini adalah kempu dari ibu kita, ataupun bebere dari nenek kita dari ibu kita. Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan kempu Karo-karo Sitepu. Maka soler saya adalah Karo-karo sitepu. Dan jika diurutkan dari saya, maka: merga saya Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-Karo Barus, ente Sembiring Kembaren(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan tentunya soler saya adalah Karo-karo Sitepu.

Ilustrasi terjadinya soler.
Ilustrasi terjadinya soler.
Dari penjelasan diatas, maka Anda sudah dapat mengurutkan silsilah darah turunan Anda darimana saja. Seperti – halnya saya yang dimana dalam diri saya didominasi oleh darah Sembiring (merga, kempu: Sembiring Meliala; ente Sembiring Kembaren) dan Karo-karo (kampah dan soler: Karo-karo Sitepu, entah Karo-karo Barus), sehingga bagi mereka yang mengerti akan biak-biak Merga Silima(sifat dan watak Merga Silima) dapat mengetahui atau setidaknya menafsirkan sifat, watak, serta kepribadian saya. 
sumber : http://arikokena.blogspot.co.id

Daftar Bacaan
- Ginting M. Ukur. 2005. Adat Karo Sirulo : Tuntunan Praktis Adat Istiadat Karo Jilid I. Medan
- Bangun Roberto. 1989. Mengenal Orang Karo. Jakarta : Yayasan Pendidikan Bangun
- Prints Darwan, S. H. 2008. Adat Karo. Medan : Bina Media
- Ginting Nalinta, B. A. 1981. Adat Ngembah Belo Selambar. Delitua: Toko Buku Kobe - Delitua